Wapres Gibran Sah dan Konstitusional, Narasi Pemakzulan Tidak Relevan

oleh -11 Dilihat
banner 468x60

Oleh : Rizky Aditya Nugraha )*

banner 336x280

Dalam sistem demokrasi konstitusional, legitimasi kekuasaan eksekutif sepenuhnya bersandar pada kehendak rakyat dan proses hukum yang berlaku. Wakil Presiden terpilih, Gibran Rakabuming Raka, telah melewati seluruh prosedur konstitusional, mulai dari pencalonan hingga penetapan hasil pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) serta verifikasi hukum oleh Mahkamah Konstitusi. Oleh karena itu, wacana pemakzulan yang kembali disuarakan oleh sebagian kelompok tidak hanya keliru secara hukum, tetapi juga berisiko memperkeruh suasana politik nasional yang seharusnya diarahkan menuju konsolidasi dan kerja nyata.

Direktur Lembaga Pemilih Indonesia (LPI), Boni Hargens, menilai bahwa wacana pemakzulan terhadap Gibran tidak memiliki pijakan konstitusional dan hanya dilandasi oleh sentimen politik. Penegasan tersebut penting dalam konteks menjaga etika politik dan menghormati hasil pemilihan umum yang telah berlangsung secara terbuka. Sistem pemilu di Indonesia mengikat presiden dan wakil presiden dalam satu paket yang tak terpisahkan. Maka, mempersoalkan legitimasi hanya pada salah satu pihak—tanpa dasar pelanggaran hukum yang jelas—merupakan bentuk inkonsistensi terhadap hukum dasar negara.

Lebih jauh, Boni Hargens mengingatkan bahwa jika ada pihak yang sejak awal menilai proses pencalonan Gibran bermasalah, maka seharusnya protes diajukan saat tahapan pemilu berjalan, bukan setelah hasil ditetapkan dan diterima oleh institusi resmi. Proses politik tidak bisa dibolak-balik sesuai selera dan kepentingan sesaat. Dalam sebuah negara hukum, keberatan terhadap proses pemilu seharusnya disalurkan melalui jalur yang tersedia, seperti Bawaslu dan Mahkamah Konstitusi, bukan dengan narasi pemakzulan tanpa dasar.

Penting untuk disadari bahwa pemakzulan bukanlah instrumen politik yang dapat digunakan sembarangan. Pasal 7A UUD 1945 menyebutkan bahwa presiden dan/atau wakil presiden hanya dapat diberhentikan jika terbukti melakukan pelanggaran hukum berat seperti korupsi, pengkhianatan terhadap negara, atau tindakan tercela lainnya berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi. Hingga kini, tidak ada satu pun temuan atau keputusan hukum tetap yang menyatakan Wakil Presiden Gibran melanggar hukum atau konstitusi. Mengusung pemakzulan tanpa dasar hukum sama dengan mengabaikan semangat konstitusi itu sendiri.

Kondisi ini pun dinilai mengancam stabilitas politik dan pemerintahan. Boni Hargens menyatakan bahwa memaksakan wacana pemakzulan tanpa putusan hukum tetap mencederai prinsip keadilan dan membuka ruang anarkisme konstitusional. Dalam konteks ini, stabilitas nasional menjadi taruhan. Pemerintahan yang sedang menyiapkan transisi dan program-program strategis pasca-pemilu membutuhkan dukungan, bukan guncangan politik yang tidak produktif. Menggeser perhatian dari agenda pembangunan ke ranah polemik politis justru akan merugikan masyarakat luas.

Selain aspek hukum dan stabilitas, ada dimensi demokrasi yang patut diperhatikan. Jika narasi pemakzulan terus didorong tanpa alasan objektif, maka hal ini justru membuka jalan bagi praktik demokrasi semu yang sarat manipulasi kepentingan. Boni Hargens juga mengingatkan bahwa belum tentu sosok pengganti wakil presiden mendukung nilai-nilai demokrasi. Ada potensi munculnya figur yang justru memperkuat oligarki atau memperlemah prinsip-prinsip partisipatif dalam pemerintahan.

Hal senada disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Sarmuji, yang menyatakan bahwa Gibran terpilih melalui mekanisme yang sah berdasarkan pemilu dan telah diperkuat melalui putusan Mahkamah Konstitusi. Selama tidak ada pelanggaran hukum atau moral yang terbukti secara sah, maka statusnya sebagai wakil presiden tidak bisa diganggu gugat. Penegasan ini sejalan dengan semangat demokrasi substansial, yakni bahwa kekuasaan berasal dari rakyat dan dikukuhkan oleh hukum, bukan oleh opini sepihak atau tekanan politik sesaat.

Lebih dari itu, Sarmuji mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mengalihkan energi politik ke arah yang lebih konstruktif. Indonesia saat ini membutuhkan kerja kolaboratif lintas sektor untuk menjawab tantangan global, meningkatkan daya saing ekonomi, mempercepat transformasi digital, serta mendorong pemerataan pembangunan. Semua itu hanya mungkin tercapai jika stabilitas pemerintahan dijaga dan legitimasi hasil pemilu dihormati. Perpecahan akibat narasi tidak produktif hanya akan memperlambat langkah menuju kemajuan.

Dalam dinamika politik demokratis, perbedaan pandangan tentu hal yang wajar. Namun, setiap perbedaan seharusnya dibingkai dalam ruang diskusi yang menjunjung tinggi hukum dan etika. Tugas utama seluruh komponen bangsa saat ini bukan memperpanjang kontroversi, tetapi mempersiapkan masa depan yang inklusif dan progresif. Legitimasi Gibran sebagai wakil presiden terpilih merupakan hasil pilihan rakyat yang telah dilegalisasi oleh hukum. Menggugatnya tanpa dasar hanya akan menggerus kepercayaan terhadap proses demokrasi itu sendiri.

Indonesia sedang menghadapi berbagai tantangan strategis yang memerlukan kepemimpinan yang solid, baik di tingkat eksekutif maupun legislatif. Dalam konteks ini, menjaga kewibawaan wakil presiden terpilih berarti pula menjaga martabat konstitusi. Agenda pemulihan ekonomi, pembangunan infrastruktur, reformasi birokrasi, dan penguatan sektor pendidikan akan sulit berjalan bila energi nasional terus tersedot oleh isu-isu yang tidak memiliki urgensi substantif.

Wacana pemakzulan terhadap Gibran bukan hanya tidak berdasar, tetapi juga tidak relevan dalam situasi politik saat ini. Ketika keabsahan konstitusional telah dikukuhkan, maka semua pihak seharusnya menghormati hasil demokrasi. Kritik tetap diperlukan, tetapi harus berada dalam kerangka demokrasi konstitusional. Dengan menghormati pilihan rakyat dan menolak narasi yang merusak tatanan hukum, bangsa ini bisa bergerak maju dengan arah yang lebih pasti.

)* Penulis merupakan Pengamat Isu Strategis

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.