Program MBG Dorong Pertumbuhan UMKM dan Ciptakan Lapangan Kerja

oleh -2 Dilihat

Oleh: Ricky Rinaldi

Pemerintah terus menguatkan komitmennya dalam membangun kemandirian ekonomi nasional melalui berbagai kebijakan strategis. Salah satu program unggulan yang kini menunjukkan dampak konkret terhadap pertumbuhan ekonomi rakyat adalah Program Makan Bergizi Gratis (MBG). Tak hanya menyasar peningkatan kualitas gizi anak bangsa, MBG juga menjadi motor baru dalam mendorong pertumbuhan UMKM dan penciptaan lapangan kerja di berbagai sektor, terutama di perdesaan.

Program MBG yang dijalankan secara bertahap ini telah menyentuh hampir lima juta penerima manfaat hingga pertengahan Juni 2025, dengan dukungan operasional dari 1.716 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Pemerintah bahkan telah mengalokasikan dana sebesar Rp4,4 triliun untuk mendukung pelaksanaan program ini, dan siap menambah anggaran hingga Rp100 triliun seiring dengan target peningkatan cakupan penerima manfaat yang mencapai 82,9 juta jiwa pada akhir tahun ini.

Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), Riza Adha Damanik, menegaskan bahwa sekitar 80 persen anggaran MBG digunakan untuk belanja bahan pangan, yang sebagian besar disuplai oleh petani, peternak, nelayan, dan pelaku UMKM di sektor pangan. Ini menjadi peluang besar bagi sekitar 29 juta UMKM di perdesaan untuk terlibat aktif dalam ekosistem program MBG dan meningkatkan pendapatannya secara signifikan.

Lebih dari itu, program ini juga memberi dampak positif bagi sekitar 12 juta pedagang di pasar tradisional yang berpotensi menjadi pemasok bahan pokok, serta 30.000 jasa katering skala kecil yang mampu mengelola ribuan porsi makanan setiap harinya. Keterlibatan para pelaku usaha ini tentu membuka lebih banyak lapangan pekerjaan baru, baik dalam produksi, distribusi, maupun pelayanan makanan.

Tidak hanya berhenti pada sektor makanan, MBG juga menciptakan potensi bisnis baru di bidang pengelolaan limbah. Riza menyebutkan bahwa limbah makanan organik maupun non-organik dapat diolah oleh pelaku usaha mikro menjadi produk bernilai ekonomi. Inovasi seperti ini berperan penting dalam mendorong terciptanya ekonomi sirkular yang inklusif dan berkelanjutan.

Sejalan dengan pengembangan program MBG, Kementerian UMKM juga meluncurkan inisiatif baru untuk memperluas peran UMKM dalam ekosistem program tersebut. Salah satunya dilakukan di lingkungan pesantren Al-Ashr, Bogor, yang menunjukkan bahwa kolaborasi lintas sektor sangat mungkin dilakukan untuk memperkuat ketahanan ekonomi berbasis kerakyatan.

Menurut Muhammad Arbani, pendiri organisasi Kami UMKM, program MBG memiliki potensi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen—jika disertai pendampingan reguler terhadap pelaku UMKM. Ia juga menekankan pentingnya melindungi UMKM kredibel agar bisa berperan optimal dalam ekosistem MBG, termasuk dukungan terhadap keandalan suplai, pengemasan, dan distribusi.

Riza juga menyampaikan bahwa untuk memaksimalkan manfaat program ini, dibutuhkan strategi ekonomi yang lebih terstruktur, salah satunya melalui pendekatan klasterisasi. Usaha mikro yang selama ini menghadapi tantangan dalam hal produktivitas, pembiayaan, dan akses pasar dinilai bisa berkembang lebih optimal apabila dikelompokkan dalam klaster ekonomi. Dengan masuk ke dalam skala ekonomi, usaha mikro akan lebih mudah bermitra dengan usaha kecil, menengah, hingga besar, sehingga ekosistem usaha menjadi lebih terintegrasi.

Menurut data Kementerian UMKM, sebanyak 99 persen dari total pelaku UMKM di Indonesia merupakan usaha mikro. Sayangnya, sebagian besar dari mereka masih belum masuk ke dalam skala ekonomi, sehingga sulit berkembang. Melalui pendekatan klasterisasi, diharapkan kendala-kendala klasik seperti pembiayaan mahal dan pasar yang sempit dapat diatasi secara kolektif.

Salah satu strategi yang kini diterapkan adalah pembentukan holding UMKM berdasarkan sektor produktif. Kementerian telah menetapkan sembilan klaster utama, termasuk di dalamnya sektor Makan Bergizi Gratis yang telah melibatkan lebih dari 82 ribu UMKM. Klaster lainnya meliputi pariwisata, kuliner, kerajinan tangan, kesehatan dan kecantikan, serta perumahan rakyat. Masing-masing klaster diharapkan dapat menjadi basis kekuatan ekonomi baru yang akan mendorong pertumbuhan inklusif dan berkeadilan.

Langkah klasterisasi ini dinilai efektif dalam menurunkan biaya input, memperkuat daya saing, dan memperluas akses pasar UMKM. Selain itu, keterlibatan UMKM dalam rantai pasok yang lebih besar akan mempercepat proses “naik kelas” usaha mikro. Kemitraan yang tercipta di dalam ekosistem ini memungkinkan sinergi antar pelaku usaha lintas skala, yang pada akhirnya akan menopang pertumbuhan ekonomi nasional secara berkelanjutan.

Riza menekankan, bila pendekatan klaster ini berhasil diperluas dan dimatangkan, maka target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen bukanlah sesuatu yang mustahil. Dengan menggandeng lebih banyak UMKM dalam skema produksi, distribusi, hingga pengelolaan limbah melalui MBG, pemerintah secara tidak langsung sedang membangun ketahanan ekonomi dari bawah ke atas.

Program MBG bukan hanya sebuah solusi gizi, melainkan juga tonggak penting dalam pembangunan ekonomi rakyat. Melalui program ini, jutaan pelaku UMKM memiliki peluang baru untuk berkembang, jutaan lapangan kerja baru tercipta, dan ekonomi desa mendapat napas segar. Jika dikelola dengan tepat, MBG dapat menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi nasional yang inklusif, berkelanjutan, dan berpihak pada rakyat kecil.

*)Pengamat Isu Strategis

[edRW]