Revisi UU TNI Tegaskan Profesionalisme dan Reformasi Militer

oleh -3 Dilihat
banner 468x60

Oleh : Setiawan Sugianto )*

banner 336x280

DPR RI telah mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) sebagai langkah strategis dalam memperkuat sistem pertahanan nasional. Revisi ini dirancang untuk menyesuaikan peran TNI dengan tantangan global yang semakin kompleks, tanpa mengabaikan prinsip demokrasi dan supremasi sipil. Regulasi ini memastikan bahwa TNI tetap profesional dan modern serta tidak mengarah pada kembalinya dwifungsi militer. Dengan demikian, revisi ini bukan hanya sekadar pembaruan hukum, tetapi juga menjadi penegasan bahwa supremasi sipil tetap menjadi prinsip utama dalam sistem pertahanan nasional.

Ketua MPR RI Ahmad Muzani menegaskan bahwa revisi ini telah mempertimbangkan berbagai aspirasi publik dan menjamin supremasi sipil tetap dijunjung tinggi. Ketentuan dalam Pasal 47 ayat (1) tetap berlaku, yang memastikan bahwa prajurit aktif yang ingin menduduki jabatan sipil harus mengundurkan diri atau pensiun terlebih dahulu. Hal ini menunjukkan komitmen untuk menjaga keseimbangan antara militer dan pemerintahan sipil, sehingga tidak membuka ruang bagi keterlibatan TNI dalam ranah politik maupun ekonomi secara langsung.

Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin menambahkan bahwa revisi ini tetap memegang teguh aturan yang melarang prajurit aktif untuk terlibat dalam politik dan bisnis sebagaimana diatur dalam Pasal 39. Dengan demikian, regulasi ini tetap berpijak pada semangat reformasi 1998 dan tidak membuka peluang bagi militer untuk berperan di luar koridor pertahanan negara. Hal ini menegaskan bahwa revisi UU TNI tetap berlandaskan prinsip demokrasi yang kokoh.

Revisi ini juga menegaskan pentingnya peran TNI dalam menghadapi ancaman multidimensional, seperti bencana alam dan terorisme. Dalam menghadapi tantangan yang semakin kompleks, keterlibatan militer di sektor strategis menjadi hal yang krusial. Revisi ini memastikan bahwa peran tersebut tetap dalam jalur yang sesuai dengan konstitusi dan prinsip demokrasi, serta tidak bertentangan dengan semangat reformasi militer.

Pengesahan revisi UU TNI oleh DPR RI merupakan langkah maju dalam menjaga stabilitas nasional dan mengoptimalkan peran TNI dalam pertahanan negara. Dengan tantangan yang terus berkembang, regulasi ini memberikan fleksibilitas bagi TNI untuk menyesuaikan diri tanpa mengabaikan prinsip profesionalisme dan demokrasi. Hal ini menjadi bukti bahwa revisi UU TNI bukanlah kemunduran, melainkan langkah adaptif demi mempertahankan ketahanan nasional yang kokoh.

Politikus Partai Demokrat Sigit Raditya menyatakan bahwa revisi ini memperkuat sistem pertahanan nasional yang lebih adaptif dan responsif terhadap tantangan global. Ia menegaskan bahwa regulasi ini tetap mempertahankan prinsip bahwa TNI tidak boleh terlibat dalam politik dan bisnis, sehingga profesionalisme militer tetap terjaga. Dengan demikian, revisi ini justru semakin mempertegas pemisahan peran antara institusi militer dan pemerintahan sipil.

Salah satu aspek utama dalam revisi ini adalah penyesuaian peran TNI di berbagai sektor strategis. Ketua DPR RI Puan Maharani memastikan bahwa revisi ini tetap menjunjung tinggi supremasi sipil dan hak asasi manusia. Larangan bagi prajurit aktif untuk berpolitik dan berbisnis tetap dipertahankan, sebagaimana tertuang dalam Pasal 39, yang menunjukkan bahwa revisi ini tetap sejalan dengan prinsip reformasi militer.

Terkait isu potensi kembalinya dwifungsi ABRI, revisi ini telah menjawab kekhawatiran publik dengan tetap mempertahankan aturan bahwa prajurit aktif yang ingin menduduki jabatan sipil harus terlebih dahulu mengundurkan diri atau pensiun. TB Hasanuddin menegaskan bahwa penambahan instansi yang dapat diisi oleh personel TNI bukan bentuk ekspansi militer, melainkan sebuah pembatasan agar keterlibatan TNI tetap relevan dengan kebutuhan pertahanan negara.

Dalam konteks pertahanan modern, peran militer di sektor strategis menjadi kebutuhan yang tidak terhindarkan. Revisi UU TNI memastikan bahwa peran ini tetap dalam koridor konstitusi dan demokrasi. Penyesuaian ini bertujuan untuk memperkuat kemampuan TNI dalam menghadapi berbagai ancaman secara lebih efektif dan efisien. Modernisasi ini juga didukung oleh peningkatan kapasitas teknologi militer serta penguatan koordinasi dengan lembaga sipil.

Revisi ini juga mengoptimalkan pengelolaan sumber daya manusia di tubuh TNI. Dengan perpanjangan usia pensiun, pengalaman dan keahlian prajurit dapat dimanfaatkan secara lebih maksimal. Selain itu, peningkatan peran TNI dalam operasi non-perang, seperti penanggulangan bencana dan terorisme, menjadi bagian dari strategi pertahanan yang lebih komprehensif. Utut Adianto menegaskan bahwa revisi ini merupakan langkah strategis dalam perencanaan jangka panjang untuk memperkuat pertahanan negara tanpa mengabaikan prinsip demokrasi.

Selain itu, regulasi ini memberikan kepastian hukum terhadap mekanisme kerja sama antara TNI dan lembaga lainnya dalam menangani krisis nasional. Dengan adanya koordinasi yang lebih jelas, sinergi antara TNI dan lembaga pemerintah dapat berjalan lebih efektif tanpa tumpang tindih kewenangan. Langkah ini sejalan dengan upaya memperkuat pertahanan negara secara menyeluruh.

Revisi UU TNI ini merupakan bentuk komitmen dalam memastikan bahwa reformasi militer tetap berjalan sesuai dengan koridor demokrasi. Dengan regulasi yang lebih fleksibel namun tetap dalam batasan konstitusional, TNI dapat menjalankan tugasnya secara optimal dalam menjaga stabilitas dan kedaulatan nasional. Regulasi ini juga memperjelas posisi TNI sebagai institusi pertahanan yang profesional, modern, dan tetap dalam kendali supremasi sipil.

)*Penulis merupakan pengamat kebijakan publik

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.