
Jakarta — Pemerintah resmi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak atau PP Tunas, yang membatasi akses media sosial bagi anak-anak di bawah usia 18 tahun tanpa pendampingan orang tua. Aturan ini mendapat dukungan luas dari kalangan legislatif, praktisi kesehatan, dan elemen masyarakat.
Anggota Komisi I DPR RI, Farah Puteri Nahlia, menyatakan dukungannya terhadap kebijakan ini. Menurutnya, pembatasan tersebut bukan upaya pelarangan, melainkan bentuk perlindungan bagi anak-anak dari dampak negatif konten digital. Farah menyebutkan bahwa paparan konten yang tidak sesuai usia dapat mengganggu perkembangan kognitif dan mental anak.
“Dari studi American Psychological Association (APA) tahun 2023 terbukti, penggunaan media sosial berlebihan pada anak meningkatkan risiko depresi, kecemasan, dan gangguan tidur,” jelasnya.
Farah juga mencontohkan regulasi serupa di negara-negara maju seperti COPPA di Amerika Serikat dan Age-Appropriate Design Code di Inggris, yang turut membatasi akses digital anak. Ia menekankan pentingnya peran keluarga dan sekolah dalam mendampingi anak di era digital.
Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menyampaikan bahwa PP Tunas melarang platform digital menjadikan anak sebagai komoditas. “Platform dilarang menjadikan anak-anak sebagai objek komersialisasi,” ujar.
PP Tunas mengatur lima poin utama, yaitu: perlindungan anak lebih utama dari kepentingan komersial, larangan profiling data anak, pembatasan usia penggunaan, larangan eksploitasi digital anak, dan sanksi tegas bagi pelanggar.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024 menunjukkan 39,71 persen anak usia dini di Indonesia telah menggunakan telepon seluler, dan 35,57 persen mengakses internet. Sementara itu, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) melaporkan bahwa 65,1 persen anak yang memakai gadget lebih dari 20 menit mengalami gangguan perilaku seperti tantrum dan temperamental.
Oleh karena itu, dukungan dari seluruh lapisan masyarakat sangat diperlukan agar implementasi kebijakan ini berjalan efektif. Orang tua, pendidik, dan komunitas digital diharapkan dapat bekerja sama dengan pemerintah dalam menciptakan ekosistem digital yang aman, sehat, dan edukatif bagi anak-anak.
Melalui kebijakan ini, pemerintah berharap ekosistem digital di Indonesia menjadi lebih sehat dan aman bagi anak-anak. Pembatasan akses diharapkan mampu menjaga generasi muda dari kecanduan digital sekaligus mendorong tumbuh kembang mereka secara optimal.