Oleh : Gavin Asadit )*
Di tengah ancaman gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat perlambatan ekonomi global, pemerintah Indonesia mengambil berbagai kebijakan strategis untuk melindungi pekerja. Langkah-langkah ini mencakup peningkatan manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), penyediaan lapangan kerja baru, pelatihan vokasi, serta pelibatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam penyelamatan perusahaan yang mengalami kesulitan finansial. Selain itu, pemerintah juga menyederhanakan sistem perizinan guna menarik investasi dan mencegah bertambahnya kasus PHK di sektor industri.
Deputi Bidang Pemberdayaan Masyarakat, Kependudukan, dan Ketenagakerjaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Maliki menyampaikan pemerintah terus berupaya memberikan kepastian pelindungan lebih luas bagi pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).
Sejak 2022, pemerintah meluncurkan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk memberikan perlindungan sosial bagi pekerja yang mengalami PHK. Program ini menawarkan manfaat berupa uang tunai, akses pelatihan kerja, dan layanan informasi pasar kerja. Pada awal 2025, pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2025 yang meningkatkan manfaat uang tunai JKP menjadi 60% dari upah dengan batas atas Rp5 juta selama enam bulan. Sumber dana program ini sepenuhnya berasal dari iuran pemerintah sebesar 0,22% dari upah sebulan dan rekomposisi dari Program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) sebesar 0,14%, tanpa membebani pekerja atau pengusaha.
Kasus PHK massal di PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) menjadi perhatian serius pemerintah. Setelah perusahaan tersebut dinyatakan pailit dan menghentikan operasionalnya pada 1 Maret 2025, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyiapkan 10.666 lowongan kerja di wilayah Solo dan sekitarnya untuk menampung para pekerja terdampak. Lowongan tersebut mencakup sektor industri garmen, plastik, sepatu, ritel, makanan dan minuman, batik, serta industri jasa. Selain itu, pemerintah menyediakan pelatihan kewirausahaan melalui Balai Pelatihan Vokasi Kemnaker untuk meningkatkan keterampilan dan daya saing pekerja terdampak.
Pemerintah juga mempertimbangkan pelibatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam mengambil alih aset perusahaan yang mengalami kebangkrutan, seperti Sritex. Langkah ini bertujuan untuk menyelamatkan lapangan kerja dan memastikan hak-hak pekerja terpenuhi. Selain itu, pemerintah mengupayakan penyediaan lapangan kerja baru melalui penjajakan peluang kerja di sektor industri dan BUMN, serta program pelatihan dan re-skilling agar pekerja dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan pasar tenaga kerja yang baru.
Banyaknya kasus PHK di industri padat karya, khususnya tekstil dan produk tekstil, disebabkan oleh beberapa faktor. Secara internal, penggunaan mesin yang sudah berusia lebih dari 20 tahun mengakibatkan produktivitas dan harga produk kalah bersaing dibandingkan produk dari negara lain, seperti China. Secara eksternal, kemudahan pembelian online untuk produk impor tanpa pajak, impor ilegal, lemahnya penegakan hukum, dan berkembangnya tren pembelian produk bekas (thrifting) turut menurunkan permintaan produk pakaian baru. Untuk meredam dampak PHK, pemerintah mendorong investasi padat karya di sektor tekstil dan produk tekstil, terutama di wilayah dengan kasus PHK tinggi.
Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR RI, Alifudin mengatakan pihaknya terus berkomitmen untuk mendorong pemerintah agar segera mengambil langkah-langkah strategis guna melindungi pekerja dan menciptakan lapangan pekerjaan baru. Ia juga mengajak seluruh pihak, termasuk sektor swasta, serikat pekerja, dan lembaga terkait, untuk bekerja sama dalam mencari solusi terbaik untuk mengatasi permasalahan ini guna menciptakan kebijakan yang mendukung kelangsungan industri tanpa mengorbankan kesejahteraan pekerja.
Dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, pemerintah menetapkan kegiatan prioritas untuk menciptakan iklim ketenagakerjaan yang kondusif. Upaya tersebut meliputi penguatan keahlian mediasi perselisihan hubungan industrial, pembinaan tenaga kerja agar terampil berdialog dalam membangun kerja sama di perusahaan, peningkatan kapasitas mediator hubungan industrial, serta penguatan sosialisasi Program JKP. Seluruh prioritas tersebut diupayakan untuk mencegah terjadinya PHK, serta memastikan hak-hak pekerja terpenuhi apabila terjadi PHK.
Sebelumnya, Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi) menyambut baik terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) No. 6 Tahun 2025 yang mengatur perubahan ketentuan baru mengenai Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Kebijakan ini dinilai sebagai langkah maju dalam memperkuat perlindungan bagi pekerja atau buruh di tengah ketidakpastian ekonomi dan tantangan dunia kerja yang semakin dinamis.
Presiden Aspirasi, Mirah Sumirat mengapresiasi perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan pekerja yang terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena dengan adanya Jaminan Kehilangan Pekerjaan dalam PP No. 6 Tahun 2025, pemerintah menunjukkan perhatian yang lebih besar terhadap kesejahteraan pekerja/buruh yang terdampak oleh PHK.
Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmen kuat dalam melindungi pekerja dari dampak badai PHK melalui berbagai kebijakan dan program strategis. Peningkatan manfaat JKP, respon cepat terhadap kasus PHK massal, pelibatan BUMN, investasi padat karya, dan penyederhanaan sistem perizinan merupakan langkah konkret yang diambil untuk memastikan kesejahteraan pekerja dan stabilitas ekonomi nasional. Dengan sinergi antara pemerintah, industri, dan masyarakat, diharapkan tantangan ketenagakerjaan dapat diatasi dan Indonesia dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
)* Penulis adalah Pemerhati Masalah Sosial dan Kemasyarakatan