
Oleh : Alif Ramadhan )*
Revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi langkah strategis dalam memperkuat pertahanan negara sekaligus memastikan supremasi sipil tetap terjaga.
Dalam beberapa waktu terakhir, berbagai isu yang menyesatkan muncul dan berpotensi menimbulkan keresahan di masyarakat. Perlu pemahaman yang lebih mendalam mengenai urgensi revisi ini agar tidak terjebak dalam narasi yang dapat mengarah pada perpecahan.
Kapuspen TNI, Mayjen TNI Kristomei Sianturi, menegaskan bahwa revisi ini bertujuan menyempurnakan tugas pokok TNI agar lebih efektif dan tidak bertumpang-tindih dengan institusi lain.
Penyesuaian dilakukan agar TNI dapat lebih adaptif dalam menghadapi berbagai ancaman, baik dari sisi militer maupun nonmiliter. Perubahan regulasi ini merupakan kebutuhan strategis agar struktur dan tugas TNI lebih terarah serta mampu menjawab tantangan zaman yang terus berkembang.
Salah satu poin utama dalam revisi ini adalah pengaturan mengenai penempatan prajurit aktif di kementerian dan lembaga di luar struktur TNI. Kebijakan tersebut dirancang dengan mekanisme yang ketat agar tetap sesuai dengan kepentingan nasional dan tidak bertentangan dengan prinsip netralitas TNI. Dengan aturan yang lebih jelas, tidak ada ruang bagi kekhawatiran mengenai potensi tumpang-tindih kewenangan di pemerintahan.
Penyesuaian batas usia pensiun prajurit juga menjadi bagian dari revisi ini. Dengan meningkatnya harapan hidup masyarakat Indonesia, kebijakan ini dapat menjadi solusi agar prajurit yang masih produktif tetap bisa mengabdi bagi negara tanpa menghambat regenerasi kepemimpinan dalam tubuh TNI. Pembaruan aturan ini tidak hanya mempertimbangkan aspek kesejahteraan prajurit, tetapi juga keberlanjutan profesionalisme dalam institusi pertahanan.
Panglima TNI sebelumnya juga menekankan bahwa revisi ini tidak akan mengubah prinsip dasar supremasi sipil dalam negara demokrasi. Pemisahan yang jelas antara militer dan sipil tetap menjadi pegangan utama agar keseimbangan dalam sistem pertahanan nasional terjaga. Reformasi ini diharapkan mampu meningkatkan kesiapan dan profesionalisme TNI dalam menjalankan tugasnya tanpa melanggar prinsip-prinsip demokrasi yang berlaku.
Di sisi lain, Koalisi Masyarakat Merah Putih (KMMP) menyampaikan dukungan penuh terhadap pengesahan revisi UU TNI ini. Juru bicara KMMP, Bung Hayum, menilai penguatan TNI melalui revisi regulasi merupakan langkah penting bagi kedaulatan nasional. Dalam situasi global yang penuh ketidakpastian, Indonesia membutuhkan TNI yang tidak hanya kuat secara fisik, tetapi juga memiliki kepastian hukum dalam menjalankan tugasnya.
KMMP menyoroti tiga aspek utama yang membuat revisi ini mendesak untuk segera disahkan. Pertama, perkembangan ancaman keamanan yang semakin kompleks, termasuk infiltrasi asing dan perang siber, memerlukan regulasi yang lebih adaptif agar pertahanan negara tetap tangguh.
Kedua, revisi ini akan memperkuat sinergi antara TNI dan pemerintah dalam menjaga stabilitas nasional. Tanpa regulasi yang diperbarui, ada potensi bagi pihak asing untuk mengeksploitasi celah kelemahan yang ada.
Ketiga, kepastian hukum bagi prajurit sangat diperlukan agar mereka dapat menjalankan tugasnya tanpa keraguan atau ketidakjelasan aturan yang berisiko menimbulkan konsekuensi hukum di kemudian hari.
KMMP juga mengimbau agar pembahasan revisi ini tidak dijadikan alat tawar-menawar politik yang hanya menguntungkan segelintir pihak. DPR diharapkan dapat segera mengesahkan revisi ini tanpa ada intervensi yang bertentangan dengan kepentingan pertahanan negara. Langkah ini bukan sekadar reformasi hukum, tetapi juga bentuk komitmen negara dalam menjaga eksistensi TNI sebagai garda terdepan pertahanan nasional.
Fraksi Nasdem di DPR RI turut memberikan pandangan bahwa revisi ini bertujuan untuk menyesuaikan kebijakan pertahanan dengan dinamika nasional dan global. Dengan pembaruan regulasi yang dilakukan, diharapkan TNI dapat menjalankan tugasnya secara maksimal dengan tetap menjunjung tinggi prinsip demokrasi dan supremasi sipil. Keberadaan TNI dalam sistem pertahanan negara harus selalu berada dalam koridor profesionalisme dan aturan hukum yang jelas.
Namun, Fraksi Nasdem menyoroti perlunya mekanisme seleksi yang ketat, objektif, dan transparan dalam penempatan prajurit aktif di jabatan sipil. Seleksi berbasis kompetensi dan meritokrasi menjadi syarat utama agar kebijakan ini tidak dimanfaatkan untuk kepentingan politik tertentu. Selain itu, pengawasan independen juga diperlukan guna memastikan kebijakan ini berjalan sesuai dengan kepentingan nasional.
Evaluasi berkala terhadap penempatan prajurit di ranah sipil juga harus dilakukan agar kebijakan ini tetap relevan dengan dinamika kepemimpinan di TNI. Tidak hanya itu, setiap keputusan yang menyangkut operasi militer selain perang dan penguatan diplomasi militer harus berada dalam pengawasan DPR agar tetap selaras dengan prinsip supremasi sipil serta reformasi pertahanan yang demokratis.
RUU TNI ini pada dasarnya merupakan langkah maju dalam memastikan efektivitas dan profesionalisme TNI dalam menghadapi tantangan zaman. Masyarakat diimbau untuk tidak mudah terprovokasi oleh narasi yang bersifat adu domba terkait revisi ini.
Penyempurnaan regulasi bertujuan untuk memperkuat institusi pertahanan tanpa mengabaikan prinsip demokrasi dan supremasi sipil. Stabilitas nasional harus tetap dijaga bersama, dan reformasi yang dilakukan bertujuan semata-mata untuk kepentingan negara yang lebih besar. (*)
)* Penulis adalah pengamat kebijakan publik