RUU KUHAP sebagai Terobosan Menuju Keadilan Restoratif

oleh -2 Dilihat
banner 468x60

Oleh : Andhika Utama)*

banner 336x280

Reformasi sistem hukum pidana nasional kembali menemukan momentumnya melalui penyusunan Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang kini tengah digodok oleh pemerintah dan DPR. RUU ini bukan hanya sekadar pembaruan teknis terhadap KUHAP lama yang telah berlaku sejak 1981, tetapi juga merupakan upaya serius dalam memperbarui paradigma hukum pidana di Indonesia agar lebih adaptif terhadap dinamika sosial, keadilan substantif, dan perlindungan hak asasi manusia. Salah satu sorotan penting dalam RUU ini adalah ditegaskannya prinsip keadilan restoratif (restorative justice) sebagai bagian integral dari sistem peradilan pidana.

Komisi III DPR RI menegaskan pentingnya memasukkan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) dalam Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP). Hal ini disampaikan Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Sari Yuliati dalam Kunjungan Kerja Spesifik ke Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang digelar untuk menghimpun masukan dari mitra kerja dan akademisi.

Keadilan restoratif merupakan pendekatan yang berfokus pada pemulihan keadaan dan hubungan sosial akibat tindak pidana, bukan semata-mata pada penghukuman pelaku. Pendekatan ini mengutamakan dialog antara pelaku, korban, dan masyarakat untuk mencari solusi yang adil dan memulihkan kerugian yang ditimbulkan. Dalam RUU KUHAP yang baru, prinsip ini mulai mendapatkan tempat yang jelas dan sistematis, sehingga berpotensi menggeser pola pikir retributif yang selama ini mendominasi praktik peradilan pidana di Indonesia.

Salah satu latar belakang diadopsinya keadilan restoratif dalam RUU KUHAP adalah tingginya beban perkara di lembaga peradilan dan lembaga pemasyarakatan. Banyak kasus pidana ringan, seperti pencurian kecil, penganiayaan ringan, atau konflik keluarga, yang sebenarnya bisa diselesaikan secara damai dan adil tanpa harus melalui proses hukum yang panjang dan berbiaya tinggi. Melalui mekanisme keadilan restoratif, proses penyelesaian perkara bisa dilakukan di luar pengadilan dengan tetap menjunjung prinsip keadilan, transparansi, dan partisipasi korban.

Dalam draft RUU KUHAP, keadilan restoratif ditempatkan sebagai alternatif dalam tahapan penyidikan dan penuntutan, terutama untuk tindak pidana yang memenuhi kriteria tertentu seperti kerugian kecil, tidak ada niat jahat berat (mens rea), dan adanya kesediaan kedua belah pihak untuk berdamai. Dengan begitu, aparat penegak hukum seperti penyidik dan jaksa diberi kewenangan untuk memfasilitasi mediasi antara korban dan pelaku. Jika tercapai kesepakatan damai yang disahkan secara hukum, maka proses pidana dapat dihentikan. Hal ini sejalan dengan prinsip efisiensi peradilan dan perlindungan hak-hak korban, yang selama ini sering diabaikan dalam proses hukum formal.

Prinsip keadilan restoratif dalam RUU KUHAP juga memberi perhatian besar pada peran serta masyarakat. Dalam proses mediasi, keterlibatan tokoh masyarakat, keluarga, dan institusi sosial menjadi aspek penting untuk membangun kembali relasi sosial yang rusak akibat tindak pidana. Ini sangat relevan dalam konteks masyarakat Indonesia yang memiliki nilai-nilai komunal yang kuat dan tradisi penyelesaian sengketa secara musyawarah. Dengan demikian, keadilan tidak hanya bersifat formal dan legalistik, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai keadilan sosial yang hidup dalam masyarakat.

Namun, penerapan keadilan restoratif tentu tidak lepas dari tantangan. Salah satunya adalah soal konsistensi aparat penegak hukum dalam menerapkan prinsip ini secara objektif dan akuntabel. Ada kekhawatiran bahwa mekanisme restoratif bisa disalahgunakan menjadi sarana kompromi yang merugikan korban, terutama dalam kasus-kasus yang menyangkut kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, atau tindak pidana yang melibatkan kekuasaan dan ketimpangan relasi. Oleh karena itu, penguatan regulasi yang jelas, mekanisme pengawasan yang ketat, serta peningkatan kapasitas aparat hukum dan mediator menjadi prasyarat mutlak agar keadilan restoratif tidak justru menjadi jalan pintas bagi impunitas.

Lebih jauh, integrasi prinsip keadilan restoratif dalam RUU KUHAP harus dibarengi dengan pembenahan sistem hukum secara keseluruhan. Ini mencakup pembaruan kurikulum pendidikan hukum, pelatihan bagi aparat penegak hukum, serta pembangunan sistem pendukung seperti pusat layanan korban, lembaga mediasi pidana, dan database perkara restoratif. Hanya dengan pendekatan yang sistemik dan menyeluruh, prinsip keadilan restoratif dapat diimplementasikan secara konsisten dan memberikan dampak nyata bagi masyarakat.

Jaksa Agung, ST Burhanuddin mengatakan  RUU KUHAP juga diharapkan mampu menjamin prinsip-prinsip peradilan yang adil, pengakuan HAM atas pidana, pengawasan ketat atas upaya jaksa, akses terhadap bantuan hukum, serta prinsip peradilan yang independen dan prinsip pemulihan/upaya hukum yang efektif.

Langkah pemerintah dan DPR untuk memasukkan prinsip ini dalam RUU KUHAP patut diapresiasi sebagai bentuk progresivitas hukum pidana nasional. Di tengah tuntutan masyarakat akan keadilan yang lebih manusiawi dan berorientasi pada pemulihan, keadilan restoratif menjelma menjadi alternatif yang relevan dan solutif. Ia tidak hanya menawarkan efisiensi dalam penyelesaian perkara, tetapi juga mengembalikan hak dan martabat korban, membina kesadaran pelaku, serta merawat harmoni sosial yang terganggu.

Dengan begitu, RUU KUHAP bukan sekadar dokumen legal semata, melainkan cerminan perubahan paradigma dalam melihat kejahatan dan hukuman. Kejahatan tidak lagi dipandang sebagai pelanggaran terhadap negara semata, tetapi sebagai pelanggaran terhadap relasi antarindividu dan komunitas. Maka, penyelesaiannya pun harus berorientasi pada pemulihan, bukan semata balas dendam hukum. Jika keadilan restoratif benar-benar diimplementasikan secara adil dan transparan, maka masa depan sistem peradilan pidana Indonesia akan lebih inklusif, responsif, dan berkeadilan bagi semua pihak.

)* Pengamat Kebijakan Publik

banner 336x280

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.