Mitigasi Fiskal Pemerintah Bentuk Kesiapan Hadapi Dampak Konflik Timur Tengah

oleh -2 Dilihat

JAKARTA — Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto telah menunjukkan bagaimana kesiapan yang matang dalam menghadapi munculnya dampak negatif dari adanya konflik di wilayah Timur Tengah melalui berbagai mitigasi fiskal yang terstruktur.

Terkait hal tersebut, Analis Kebijakan Direktorat Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu, Wahyu Septia W, menegaskan bahwa pemerintah memang telah mengamati adanya peningkatan akan ketidakpastian global bahkan sejak awal tahun 2025 lalu.

“Pemerintah dari awal tahun sebenarnya sudah mengobservasi peningkatan ketidakpastian ini,” katanya.

Jadi, meskipun konflik Israel-Iran ini terjadinya di bulan Juni, tapi sebelum-sebelum itu kita sudah memantau ketidakpastian yang meningkat,” ujar Septia dalam acara Ngonten Fiskal di Jakarta.

Septia menjelaskan bahwa pemerintah sejatinya telah menyiapkan beberapa upaya fiscal buffer, yakni dengan mengalihkan berbagai anggaran yang dinilai inefisiensi birokrasi menuju pada belanja yang jauh lebih berdampak secara langsung bagi masyarakat Indonesia.

“Makanya sekarang bukan budget cut, tapi kita menyisir yang inefisiensi birokrasi, kita alihkan ke belanja yang dampaknya itu langsung lebih bisa dirasakan oleh masyarakat,” tegasnya.

Di sisi lain, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli juga menyoroti adanya risiko terjadinya pemutusan hubungan kerja akibat konflik di Iran dan Israel tersebut.

“Tentu ini akan berdampak kepada industri-industri yang ekspor ke luar negeri, karena tentu kondisi geopolitik akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi secara global,” katanya di Jakarta Selatan.

Ia memastikan bahwa pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto menyiapkan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), yang bertujuan untuk melindungi para pekerja di Tanah Air yang terdampak adanya konflik di negara Timur Tengah itu.

Sementara itu, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita juga turut mengingatkan mengenai betapa pentingnya melakukan diversifikasi energi nasional agar industri menjadi tetap tangguh meski di tengah terjadinya konflik geopolitik sekalipun.

“Industri nasional harus mulai mengandalkan sumber energi domestik, termasuk energi baru dan terbarukan seperti bioenergi, panas bumi, serta memanfaatkan limbah industri sebagai bahan bakar alternatif,” tegasnya di Jakarta.

Agus juga menekankan hilirisasi produk agro dalam negeri guna menekan inflasi bahan pangan impor dan mendukung ketahanan pangan nasional.

Menurutnya, hilirisasi tersebut sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto dalam memperkuat ketahanan dan kedaulatan pangan melalui kontribusi aktif industri manufaktur nasional. (*)